Halloween party ideas 2015

Materi pelajaran sekolah telah diberikan di dalam kelas, sebagai media pembantu untuk meneruskan dan memudahkan pencarian informasi mengenai tugas tugas sekolah dan untuk menambah pengetahuan siswa atau bahkan untuk guru, maka blog ini memuat beberapa materi sekolah yang mungkin akan berkaitan dengan pelajaran anda dan dapat dipakai sebagai referensi, selamat membaca - materi pelajaran online sekolah sd, smp , sma ini, semoga membantu Menurut para ahli geologi, paleontologi, dan arkeologi, pada zaman pleistosen muka bumi sering mengalami perubahan sebagai akibat gerakan endogen, eksogen, dan perubahan iklim. Pada masa tersebut hewan dan tumbuh-tumbuhan telah hidup merata di bumi, sedangkan manusia yang muncul lebih kemudian baru mendiami beberapa daerah antara lain di Afrika, Eropa, dan Asia termasuk Indonesia.

Karena Kepulauan Indonesia terletak di antara dua benua, yaitu Asia dan Australia, maka di samping adanya pengaruh iklim dari kedua benua tersebut, terdapat pula pengaruh penyebaran hewan, manusia, dan kebudayaan kedua benua tersebut di zaman pleistosen.

Di zaman pleistosen, terjadi empat kali zaman glasial yaitu Gunz, Mindel, Risz, dan Wurm, yang masing-masing dipisahkan oleh zaman interglasial yaitu Gunz-Mindel, Mindel-Risz, dan Risz-Wurm. Zaman glasial merupakan zaman es yang amat dingin untuk bagian bumi utara dan selatan, sedangkan di sekitar khatulistiwa terjadi banyak hujan dan dengan iklim yang lembap. Kalau di bagian bumi utara dan selatan zaman es disebut pula zaman diluvium, untuk daerah tropik di sekitar khatulistiwa zaman yang lembap itu dinamakan zaman pluvium (pluvial).

Sebagai akibat dari zaman-zaman glasial itu, laut-laut dangkal berubah menjadi daratan dan muncullah Paparan Sunda dan Paparan Sahul. Paparan Sunda mempersatukan Jawa, Sumatra, dan Kalimantan dengan Daratan Asia. Paparan inilah yang menjadi jembatan darat bagi manusia dan hewan yang hidup di Daratan Asia serta di Kepulauan Indonesia.

Kondisi kehidupan hewan pada zaman pleistosen pada dasarnya tidak banyak berbeda dari kehidupan manusia, dalam arti kata bahwa hewan-hewan juga terikat oleh keadaan iklim dan tumbuh-tumbuhan. Tiap perubahan iklim dapat mengakibatkan berubahnya atau berpindahnya kelompok hewan. Selain karena faktor iklim dan bencana alam, gangguan lain terhadap kehidupan hewan adalah ancaman dari sesama hewan dan yang terutama adalah gangguan dari manusia. Hal ini disebabkan karena penghidupan manusia di zaman itu masih sangat tergantung pada alam, yaitu berburu dan meramu. Penangkapan hewan merupakan salah satu usaha pokok sehari-hari. Jadi mudahlah dipahami bahwa lenyapnya sebagian hewan-hewan di zaman pleistosen, juga disebabkan antara lain karena ditangkap dan dimakan oleh manusia.

Perburuan hewan telah dilakukan oleh manusia pada zaman pleistosen tengah, seperti dilakukan oleh Sinanthropus pekinensis di Daratan Cina. Hewan-hewan yang diburu antara lain rusa, kuda, babi hutan, kijang, kerbau, gajah, dan hewan buas lainnya. Hewan-hewan yang masih dapat bertahan hidup disebabkan karena mereka mampu membebaskan diri dari berbagai gangguan, serta menyesuaikan dirinya dengan keadaan lingkungan.

Dalam iklim dingin zaman glasial, hewan-hewan mengembangkan bulu yang tebal, sedangkan tumbuh-tumbuhan bergeser ke daerah-daerah yang beriklim lebih panas yang lebih sesuai baginya. Sebagai akibat pergeseran ini, hewan pemakan tumbuh-tumbuhan (herbivora) ikut bermigrasi mengikuti perpindahan tumbuh-tumbuhan itu. Bagi hewan pemakan daging (carnivora), yang hidupnya tergantung dari perburuan sesama hewan maka migrasi hewan herbivora diikutinya juga. Manusia purba yang hidupnya berburu dan meramu di zaman itu juga harus mengikuti pola perpindahan tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan tersebut. Karena ada empat zaman glasial yang dingin, diselingi tiga zaman interglasial yang panas maka pola migrasi kehidupan di zaman pleistosen juga bergeser bolak-balik sebanyak itu pula.

Perpindahan hewan dari Daratan Asia (Asia Continental) ke Kepulauan Indonesia terjadi antara lain pada zaman pliosen akhir dan pleistosen. Migrasi ini berlangsung melalui dua jurusan. Pertama, dari arah barat, melalui Myanmar, Semenanjung Malaka, Sumatra, Jawa, terus ke Nusa Tenggara. Kedua, lewat jalan utara, yaitu dari Cina Selatan melalui Filipina ke Sulawesi. Adanya migrasi ini ditunjukkan oleh adanya bukti-bukti bahwa di antara anggota fauna Jetis dan Trinil, telah ada beberapa anggota fauna "Sino-Malaya" yang mengambil jalan utara, misalnya wau-wau, gibbon, tapir, beruang Malaya, dan Stegodon. Sedangkan fosil lembu purba, gajah purba, dan sejenis harimau yang terdapat di antara fauna Jetis dan Trinil disebut "Siva-Malaya" karena menunjukkan persamaan dengan fauna Siwalik di India. Mereka datang ke Indonesia melalui jalan barat.

Rupa-rupanya untuk migrasi manusia, jalur baratlah yang lebih utama, terbukti dari temuan hasil-hasil kebudayaannya. Alat-alat seperti jenis kebudayaan Pacitan ditemukan juga di Perak (Malaysia Barat) dan Burma. Migrasi hewan dan manusia dari Asia ke Indonesia ternyata menimbulkan kontak budaya antara Asia Daratan dengan Indonesia. Hal ini wajar karena manusia merupakan pendukung kebudayaan.

jangan lupa tambahkan komentar dan berikanlah like atau share pengetahuan anda dan sebarkan apa yang anda baca hari ini, karena barang siapa membantu mendapatkan informasi bagi orang lain , maka dia adalah orang yang berguna , selamat beraktifitas kawan, semoga pelajaran dan artikel diatas dapat membantu menambah wawasan anda, barangkali ada informasi yang kurang atau salah, silahkan komenter dan beri masukan.

Post a Comment

This blog needed you to understand the word spam - never spam on this blog, although i will not moderate all of it, but you will learn it yourself, educate yourself

Powered by Blogger.