Halloween party ideas 2015










Komisi A DPRD Sumatera Utara (Sumut) rekomendasikan operasional PT Grahadura Laidong Prima dan PT Sarwita Laidong Jaya dihentikan. Kedua perusahaan ini telah membuka perkebunan sawit di kawasan hutan negara.



Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Labuhanbatu Utara (Labura) ikut menyepakati penghentian operasional perusahaan yang membangkang, dan tidak menghadiri undangan DPRD Sumut dalam rapat dengar pendapat (RDP) di gedung dewan.



Rekomendasi itu diputuskan Komisi A DPRD Sumut, karena kedua perusahaan tidak hadir dalam RDP bersama Gabungan Kelompok Tani Sri Sahabat, Sukarame Kualuh Hulu, dan Pemkab Labura beserta Dinas Kehutanan Provinsi Sumut di gedung dewan, Medan, Kamis (16/4).



"Sangat tidak pantas perusahaan ini tidak memenuhi undangan lembaga terhormat ini dalam dua kali pertemuan. Alangkah terhinanya kita dengan cara-cara perusahaan seperti ini," kata Anggota Komisi A Burhanuddin Siregar dalam RDP.



Politisi PKS ini pun mengapresiasi sikap Pemkab Labura yang berani mendukung tindakan tegas untuk penutupan operasional perusahaan. Menurutnya, Pemkab Labura punya kewenangan untuk mengambil tindakan terhadap perusahaan yang beroperasi di wilayahnya.



Anggota Komisi A dari Fraksi Gerindra Fajar Waruwu dengan tegas menyampaikan bahwa kedua perusahaan menggarap hutan lindung yang ditetapkan dalam SK Menteri Kehutanan No 44/2005 dan SK No 579/2014 tentang Penetapan Kawasan Hutan di Sumut.







Apalagi dari paparan sejumlah pihak kedua perusahaan terbukti tidak memiliki izin perambahan hutan. Karena itu, menurutnya, wajar jika tidak ada perwakilan perusahaan yang berani datang dalam RDP bersama Komisi A.



Politisi Partai PDI Perjuangan Sarma Hutajulu berpendapat sama. Persoalan lahan hutan, kewenangan ada di Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Namun, Pemkab Labura berwenang melarang operasional perusahaan karena masih berada dalam wilayah administratifnya.



Ketua Gabungan Kelompok Tani-KSU Sri Sahabat Aslan Nur Sitompul menyampaikan, seluas 14.000 hektar tanah milik negara yang dikuasai tanpa memiliki izin oleh kedua perusahaan perkebunan itu. Menurut Aslan, kedua perusahaan tiba-tiba muncul tahun 1996 dan menguasai sejumlah lahan yang sebelumnya telah digarap masyarakat sejak 1993 di Desa Sukaramai dan Desa Air Hitam Kecamatan Kualuh Hulu/Leidong Kabupaten Labuhanbatu.



Disampaikanya, pada 12 September 2000 disepakati, kedua perusahaan akan melepaskan 2.800 hektar atau 20% lahan dari lahan yang mereka kuasai untuk masyarakat yang selanjutnya dijadikan plasma. Namun hingga kini kesepakatan tidak terealisasi. Sementara sebagian besar lahan yang dikuasai perusahaan merupakan kawasan hutan.



Asisten I Pemkab Labura Habib membenarkan permasalahan tersebut sudah lama terjadi. Pada intinya kedua perusahaan tersebut secara nyata terbukti merambah kawasan hutan sesuai dengan SK 44/2005 dan SK 579/2014.



Pemkab Labura sudah panggil berkali-kali pihak perusahaan dan sudah keluarkan surat pemberhentian operasional namun tetap tidak hiraukan. Tidak hanya itu, Pemkab juga sudah melaporkan ke berbagai pihak. Namun, karena kewenangannya ada di pemerintah pusat, persoalan itu tidak pernah selesai.











Sumber: medanbisnis



from Suaranews http://ift.tt/1zn2YxY

via Berita Indonesia, SuaraNews, semua artikel resmi dari suaranews, silahkan kunjungi website suaranews untuk mendapatkan informasi dan berita yang lebih lengkap. nikmati terus informasi terbaru dan berita aktual lainnya juga. selamat beraktivitas

Post a Comment

This blog needed you to understand the word spam - never spam on this blog, although i will not moderate all of it, but you will learn it yourself, educate yourself

Powered by Blogger.