Ternyata Komisi Pemberantasan Korupsi seringkali melanggar dan tidak mematuhi tata cara dalam aturan hukum dalam meningkatkan status seorang terduga koruptor menjadi tersangka.
Adalah mantan penyidik KPK Hendy F. Kurniawan yang membeberkan hal tersebut. Dia bertugas di KPK sejak 2008 dan baru berhenti Januari 2015 lalu. Sejumlah kasus korupsi sudah ditangani oleh Hendy.
Dia mengungkapkan, banyak kesalahan yang dibuat KPK dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka. Kadang penetapan itu tak disertai kecukupan alat bukti, mengacuhkan mekanisme gelar perkara, menutup diri saat hukum berproses, atau mengutamakan asumsi.
Khusus Ketua KPK Abraham Samad, dia kerap bersikap arogan terhadap penyidik internal KPK. Yaitu penyidik dari Polri maupun yang berasal dari kejaksaan.
"Saya tidak bertujuan membela institusi Polri atau ingin menjatuhkan wibawa KPK yang telah dibentuk oleh pimpinan KPK sebelumnya. Namun apa yang saya sampaikan untuk menjelaskan kembali bahwa penegakan hukum dan proses menjalankan undang-undang itu harus lebih tinggi di atas apapun," papar Hendy Kurniawan kepada redaksi, Minggu (15/2).
"Korupsi memang harus diberantas, namun menjadikan seorang tersangka koruptor tanpa kelengkapan alat bukti dan saksi serta mengabaikan mekanisme gelar perkara tentu sesuatu yang tidak adil. Ini menyangkut hak asasi manusia. Kekisruhan yang terjadi saat ini dan yang telah berlalu itu dikarenakan adanya kesalahan mekanisme hukum yang telah dilakukan oleh KPK khususnya," tambahnya.
Diceritakan Hendy, kasus rekening gendut Komjen Budi Gunawan adalah puncak dari sejumlah kesalahan yang telah dilakukan KPK di era kepemimpinan Abraham Samad. Hal yang sama, yaitu pelanggaran mekanisme hukum telah terjadi saat menetapkan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Miranda S. Goeltom sebagai tersangka kasus pemberian cek kepada sejumlah anggota DPR. Begitu pula terhadap mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum terkait kasus Hambalang.
"Kedua tersangka yang telah ditahan itu sebenarnya banyak terjadi kejanggalan dalam mekanismenya. Pada ibu Miranda, kami telah melakukan gelar perkara oleh jaksa, penyidik dari Polri dan kejaksaan. Kami ulas secara teori dan dituangkan pada notulen yang intinya belum ditemukan dua alat bukti yang cukup untuk ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian Miranda dan Anas diumumkan sebagai tersangka melalui media, padahal sejumlah pasal yang dikenakan itu hanya merupakan konsep atau asumsi dan diketik oleh penyidik junior. Jadi itu berupa draft, tidak melalui mekanisme gelar perkara," jelas Hendy, yang sudah mengabdi lagi di Mabes Polri.
Karena itu, Hendy mengingatkan agar ke depan KPK dapat mengutamakan prinsip kehati-hatian. Sebab, pasal 40 Undang-Undang KPK tidak memiliki kewenangan guna menghentikan perkara yang telah berlangsung jika sudah memberi status tersangka kepada seseorang.
"Saya ingatkan agar KPK hati-hati dalam menetapkan seorang sebagai tersangka. Saya sudah mengingatkan berkali-kali, namun sikap arogan yang muncul diperlihatkan seorang Abraham Samad. Karenanya, saya bersama sejumlah penyidik lain akhirnya sepakat untuk mengundurkan diri pada 27 Januari lalu," tegas Hendy menutup pembicaraan.
Sumber: rmol
from Suaranews http://ift.tt/1BkaJdq
via Berita Indonesia, SuaraNews, semua artikel resmi dari suaranews, silahkan kunjungi website suaranews untuk mendapatkan informasi dan berita yang lebih lengkap. nikmati terus informasi terbaru dan berita aktual lainnya juga. selamat beraktivitas
Post a Comment
This blog needed you to understand the word spam - never spam on this blog, although i will not moderate all of it, but you will learn it yourself, educate yourself