Radi Girsang bilang sebenarnya jika saja ada niat dari seluruh pihak, maka importasi bisa dikurangi, bahkan dihentikan. Jika saja pemerintah serius memberi penyuluhan bagi petani-petani yang telah menggeluti bidangnya serta mendampingi dan memberi evaluasi.
"Termasuk terhadap penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pascapanen terhadap komoditas-komoditas pertanian, saya kira laju importasi ke tanah air dapat ditekan dan ditiadakan. Terima kasih. Merdeka!" ujar Radi Girsang.
Darwis Chan'z melihat kebutuhan masyarakat Indonesia yang tidak terbatas maka oleh karena itu kebutuhan pangan tidak bisa lepas dari impor. Tidak ada peran pemerintah dalam peningkatan kualitas pangan dari bibit unggul dan kurangnya peran pembatasan jumlah ekspor.
Dengan demikian tidak bisa memenuhi kebutuhan pangan pada masa yang akan datang, sehingga pada saat kritis Indonesia tidak bisa memenuhi kebutuhan sehingga melakukan impor. Sebaiknya pemerintah melakukan pembatasan ekspor dan impor.
"Dan juga kalau perlu melakukan dumping bagi barang ekspor dan impor," saran Darwis Chan'z.
Ahmad Tama Nst menilai itu karena pemerintah tidak membudidayakan pangan asli Indonesia. Indonesia memang kaya akan hasil bumi jika dikelola dengan baik dan benar. Seharusnya pemerintah lebih memprioritaskan perhatian pada para petani agar taraf hidupnya lebih baik.
Juga memberi penyuluhan bagaimana caranya bercocok tanam yang baik, sehingga para petani bisa menghasilkan hasil panen yang bagus. Namun yang pasti kita semua seharusnya lebih cinta produk sendiri karena yang penting menggunakan hasil bumi sendiri tanpa membanggakan produk luar.
Janto Simamora tidak heran bila negara belum lepas dari barang impor. Namun sungguh memprihatinkan. Negara diklaim kaya akan sumber daya alam, namun beras impor, bawang impor, semuanya impor. Kekayaan alam di negara kita seolah bukan milik bersama.
Melainkan milik perorangan. Ini dibuktikan dengan makanan yang identik dari luar negeri. Bahkan, banyak para petani alih profesi karena harga pupuk dan obat-obatan untuk pertanian begitu mahal. Petani tak dihiraukan, para investor bermain dengan diam-diam menggarap hasil tanah kita.
Mereka mempekerjakan petani dengan memberikan gaji yang menjanjikan, sementara pertanian perlahan hilang. Para petani menderita, kesejahteraan tak ada. Padahal sumber inti pangan di negara ini adalah dari petani, nelayan, dagang, dan peternakan.
Permainan bertambah kejam, senjata makan tuan. Secara tersembunyi banyak legislator diam-diam bermain dengan investor asing sehingga pangan berkurang di negeri ini. Mereka meraup untung dari hasil keserakahan mereka. Apa mau dikata, rakyat tak bisa berbuat apa, selain terdiam.
Ditambah lagi hukum berat sebelah, kejujuran hilang, korupsi merajalela. Jika perubahan tak ada, bahkan kesejahteraan petani, nelayan, pedagang, dan pangsa pasar tak digalakkan, mustahil negara kita bisa berhenti dari pangan impor.
"Bahkan jika penyeludupan barang masih ditutupi, mustahil juga negara kita lepas dari impor. Miris!" sindir Janto Simamora.
Silvia mengingatkan, produk impor memiliki harga yang cukup bersaing di pasaran. Bayangkan saja harga produk impor terutama di bidang pangan harganya lebih murah daripada produk lokal. Tidak heran jika akhirnya masyarakat memilih untuk mengonsumsi produk impor.
Hal ini cukup membuat penasaran apa yang sebenarnya terjadi dengan pasar lokal kita." Jika ditelaah kembali ada beberapa hal yang membuat harga produk lokal cukup melambung, seperti sistem distribusi dalam negeri yang kurang bagus sehingga butuh biaya lebih untuk transportasi.
Selain itu, kurang efisiennya peralatan yang digunakan pada pabrik. Hal - hal itu menjadi kendala utama bagi rakyat Indonesia sehingga kalah bersaing dari negara lain." Masyarakat cenderung untuk menggunakan produk impor karena kualitas yang bagus maupun harga yang relatif terjangkau.
Selain itu, Indonesia masih mengimpor komoditas pangan lainnya seperti 45% kebutuhan kedelai dalam negeri, 50% kebutuhan garam dalam negeri, bahkan 70% kebutuhan susu dalam negeri dipenuhi melalui impor."" Faktor lain yang mendorong adanya impor bahan pangan adalah iklim.
Khususnya cuaca yang tidak mendukung keberhasilan sektor pertanian pangan, seperti yang terjadi saat ini. Pergeseran musim hujan dan musim kemarau mengakibatkan petani kesulitan dalam menetapkan waktu yang tepat untuk mengawali masa tanam, benih dan pupuk yang digunakan.
Juga sistem pertanaman yang digunakan, sehingga penyediaan benih dan pupuk yang semula terjadwal, permintaannya menjadi tidak menentu. Ini dapat mengakibatkan kelangkaan karena keterlambatan pasokan benih dan pupuk. Akhirnya hasil produksi pangan pada waktu itu menurun.
Sumber: medanbisnis
from Suaranews http://ift.tt/1FjVE8l
via Berita Indonesia, SuaraNews, semua artikel resmi dari suaranews, silahkan kunjungi website suaranews untuk mendapatkan informasi dan berita yang lebih lengkap. nikmati terus informasi terbaru dan berita aktual lainnya juga. selamat beraktivitas
Post a Comment
This blog needed you to understand the word spam - never spam on this blog, although i will not moderate all of it, but you will learn it yourself, educate yourself