Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan pengelolaan keuangan negara yang tak sesuai dengan aturan dan perundang-undangan menyebabkan negara merugi triliunan rupiah selama semester II 2014. BPK menemukan kerugian negara tersebut mulai dari pemerintah pusat, daerah hingga badan usaha milik negara.
Ketua BPK Harry Azhar Aziz, mengatakan, pihaknya menemukan sebanyak 3.293 masalah terkait pengelolaan keuangan negara yang berdampak pada kerugian keuangan yang mencapai Rp 14,74 triliun.
“Dari jumlah itu kerugian negara adalah Rp Rp 1,42 triliun. Sementara yang masih berpotensi menjadi kerugian negara Rp 3,77 triliun dan kekurangan penerimaan negara sebesar Rp 9,55 triliun,” kata Harry di Jakarta, Selasa [7/4].
Kemudian, BPK juga menemukan 3.150 masalah akibat kekurangan penerimaan negara sehingga berpotensi menjadi kerugian lainnya. Menurut Harry, itu terjadi karena ketidakpatuhan sehingga pengelolaan keuangan milik negara menjadi tidak ekonomis, tidak efisien dan tidak efektif mencapai Rp 25,81 triliun.
Harry menuturkan, beberapa sumber kerugian negara di tingkat pemerintahan itu terjadi lantaran proyek infrastruktur pemerintah banyak yang terhenti. Misalnya, proyek pembangunan infrastruktur 137 transmisi dan gardu induk yang menggunakan kontrak tahun jamak.
Terhentinya proyek itu dicatat sebagai bangunan konstruksi dalam pengerjaan senilai Rp 5,38 triliun tidak dapat dimanfaatkan. Padahal, kontraktor dalam pengerjaan infrastruktur tersebut sudah dibayar per 31 Desember 2013 yang mencapai Rp 5,94 triliun.
“Angka itu terdiri atas material terpasang Rp 3,21 triliun, material on site Rp 2,17 triliun. Kemudian, sisa uang muka sebesar Rp 562,66 miliar juga tidak dikembalikan oleh para penyedia barang dan jasa dari proyek tersebut.”
Sementara untuk pemerintah daerah, BPK merinci terdapat potensi Pajak Bumi dan Bangunan pada sektor minyak dan gas yang menunggak Rp 666,23 miliar, dan potensi kekurangan penerimaan PBB migas 2014 minimal Rp 454,38 miliar.
Harry mengatakan, para kontraktor pemegang Kontrak Kerja Sama banyak yang tidak patuh dalam biaya pemulihan lokasi tambang. Akibatnya, terjadi kekurangan penerimaan negara Rp 6,19 triliun. Temuan lainnya adalah masalah penerimaan pajak dari sektor migas tidak optimal.
Pengelolaan keuangan di BUMN, kata Harry, BPK menemukan kerugian negara senilai Rp 55,05 miliar dari pembiayaan anjak piutang fiktif, sehingga piutang tersebut dikategorikan sebagai piutang macet. “Menteri BUMN mesti menindaklanjutinya dengan meminta pertanggungjawaban direksi serta jajarannya yang terindikasi terlibat dalam menyusun skema anjak piutang,” kata Harry.
Secara keseluruhan total temuan BPK mencapai 7.950 pemeriksaan dari 651 objek pemeriksaan yang terdiri atas 7.789 masalah ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang bernilai Rp 40,55 triliun dan 2.482 masalah kelemahan sistem pengendalian internal.
Sumber: geotimes
from Suaranews http://ift.tt/1FjVDBh
via Berita Indonesia, SuaraNews, semua artikel resmi dari suaranews, silahkan kunjungi website suaranews untuk mendapatkan informasi dan berita yang lebih lengkap. nikmati terus informasi terbaru dan berita aktual lainnya juga. selamat beraktivitas
Post a Comment
This blog needed you to understand the word spam - never spam on this blog, although i will not moderate all of it, but you will learn it yourself, educate yourself