Halloween party ideas 2015

IMG-20170211-WA0004

PB Jakarta : Terkait beredarnya verifikasi sejumlah dan barcode yang dikeluarkan Dewan Pers ditengarai bakal banyak yang menentangnya. Pasalnya, kebijakan verfikasi media yang dikeluarkan tersebut terkesan terburu-buru dan tidak ada sosialisasi sebelumnya. Diduga kebijakan tersebut hanya menghalangi Kebebasan Pers dan adanya dugaan ‘pesanan’.

Terkait permasalahan verifikasi media, Ismanto yang mewakili Dewan Pers menyatakan, hal tersebut bukan untuk mendiskriminasi teman-teman wartawan, tapi lebih terfokus pada penataan dalam industri Pers. “Masalah verifikasi sudah sejak dari tahun 2001 kita infokan ke teman teman media, kalau dibilang kami kurang sosialisi permasalahan verifikasi, itu bukan satu alasan, karena kami sudah memberikan informasi tersebut setiap tahunnya,” ungkap Ismanto di gedung Dewan Pers, Jumat (10/02/2017).

IMG-20170211-WA0006Dengan adanya verifikasi dan tanda Barcode di setiap media, hal itu dirasakan para insan pers di Indonesia sangat mengekang Kemerdekaan Pers. Karena itu, dengan sikap tegas, para insan pers sepakat membentuk forum yang menjadi langkah awal petisi bersama. Surat petisi untuk rapat dengar pendapat (RDP) yang baru dimulai 2 hari ini sudah terdata sedikitnya 126 jurnalis dan 76 media yang mewakili insan pers se-Indonesia.

“Kami adalah pekerja pers dan ini adalah profesi kami, tapi kami sangat menyayangkan kebijakan Dewan Pers yang menyalah artikan keberadaan kami. Kami merasa tidak dianggap,” ujar Opan salah satu penggagas berdirinya Forum Pers Independen Indonesia (FPII).

Ketika ditanyakan langkah-langkah ke depannya, kata Opan, Petisi untuk RDP sudah masuk ke Komisi I DPR RI. Tantowi Yahya, salah seorang anggota Komisi I DPR RI saat ditemui di Gedung Nusantara III DPR RI mengatakan, permasalahan ini memang harus disikapi dengan serius dan bijak. Katanya, soal ini memang menjadi permasalahan nasional dalam dunia jurnalis.

“Kebijakan Dewan Pers dianggap tidak objectif dan terkesan membatasi ruang gerak Pers yang tidak sesuai UU Pers No. 40 tahun 1999,” sebutnya. Menurutnya, kebijakan yang yang dikeluarkan Dewan Pers terkait verifikasi dan kode barcode itu ada asumsi pesanan politik dan bisnis di dalamnya untuk menekan gejolak yang telah menjadi viral dengan sebutan HOAX.

”Diduga ada pesanan politik dan bisnis,” ungkapnya. Opan menambahkan, para utusan FPII ke Dewan Pers bukan hanya membawa misi untuk meminta verifikasi dan barcode untuk dikaji lagi, tetapi memang belum saatnya untuk diumumkan di publik saat ini. “Ya, terlalu cepat kebijakan itu dikeluarkan Dewan Pers, sedangkan di UU Pers tidak ada perintah barcode. Dewan Pers hanya pelaksana UU Pers dan bukan untuk mengambil keputusan sepihak. Kan ada DPR Komisi I yang memiliki hak dan kewenangan dalam hal itu,” ujar opan. Untuk itu Forum Pers Independen Indonesia (FPII) meminta Komisi I DPR RI segera menggelar RDP yang dihadiri pengurus inti Dewan Pers hingga terbentuk komunikasi sehat guna menyelesaikan konflik nasional yang melibatkan insan pers di seluruh Indonesia ini, sehingga tidak menimbulkan aspek sosial ekonomi.

Opan juga mengatakan, jika itu terjadi maka hal itu akan menambahkan prosentase kriminalisasi, karena menyangkut permasalahan karya anak bangsa dan tentunya persoalan perut. ”Mari sama-sama kita perjuangkan kebebasan pers demi kemajuan bangsa kita,” tutup Opan. Sebelumnya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) juga angkat bicara terkait verifikasi media oleh Dewan Pers. Menurut AJI, pendataan dan verifikasi terhadap media ini sejatinya merupakan pelaksanaan pasal 15 butir 2F, Undang Undang No. 40/1999 tentang kewajiban mendata perusahaan pers oleh Dewan Pers. (Red)


Semua berita terbaru akan terus disajikan dalam blog brainbodymind, selamat membaca, dan jangan lupa untuk terus berlanganan blog ini.

Post a Comment

This blog needed you to understand the word spam - never spam on this blog, although i will not moderate all of it, but you will learn it yourself, educate yourself

Powered by Blogger.